Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Recent Tube

POLITIK

NASIONAL

DUNIA

DAERAH

Sports

GALLERY

» » Pemain Austria Korban Kekejaman Nazi

Pemain Sepak Bola Terbaik Austria yang Jadi Korban Kekejaman Nazi

Oleh Charlie Charles C. 
Credit :


SERIAL NOMOR 6 Nama aslinya Matej Sindelar namun lebih dikenal sebagai Matthias Sindelar. Ia lahir di Kozlov, Moravia (Austria-Hungaria), pada 10 Februari 1903.

Ayahnya bekerja sebagai tukang besi. Tahun 1905, keluarga Sindelar pindah ke kawasan Favoriten di kota Wina karena ingin mengubah kehidupan mereka yang sangat susah saat itu. Favoriten saat itu dianggap sebagai daerah yang penuh kemiskinan, tapi di sinilah Sindelar mulai mengenal sepakbola.

Saat masih kecil, Sindelar bermain sepakbola di jalanan bersama teman-temannya. Lalu, pada usia 15 tahun dilirik oleh klub ASV Hertha Wina karena melihat bakatnya yang luar biasa. 

ASV Hertha Wina bukan tim besar di Austria, tapi Sindelar berhasil menjadi pemain inti di klub tersebut dan permainannya berkembang pesat. Saat klub ASV Hertha Wina mengalami krisis keuangan, Austria Wina membeli Sindelar.

Sindelar yang dijuluki “The Paper Man” alias “Manusia Kertas” ini mempunyai kontrol bola yang bagus, umpan akurat, gocekan brilian, serta gemar menciptakan teknik-teknik sepak bola yang baru. Teknik yang dimiliki Sindelar ini sering dipelajari oleh generasi penerusnya.

Sindelar berhasil membawa Austria Wina juara Liga Austria tahun 1926. Selain itu, meraih juara Piala Austria sebanyak lima kali, yaitu 1925, 1926, 1933, 1935, dan 1936. Plus juara Piala Mitropa tahun 1933 dan 1936. 

Pada tahun 1926, Sindelar memulai debut pertamanya di tim nasional Austria saat mengalahkan Cekoslowakia dengan skor 2-1. Permainan Sindelar sangat bagus, tapi pelatih Hugo Meisl sempat menolak Sindelar masuk timnas Austria. Hugo Meisl tidak menyukai Sindelar karena tidak disiplin dan gaya hidup Sindelar yang dianggap berantakan.

Namun Hugo Meisl akhirnya berubah pikiran setelah dia berdebat dengan beberapa orang di Café Ring 1931, yang menanyakan kenapa Sindelar tidak dimasukkan ke timnas Austria. Pada 16 Mei 1931, Sindelar akhirnya dipanggil lagi dan ternyata keputusan itu sangat tepat.

Austria berhasil menghancurkan Skotlandia dengan skor 5-0. Sindelar berhasil membawa Austria juara Central European International Cup di tahun 1932, menyingkirkan tim Italia.
Saat Piala Dunia akan digelar di Italia tahun 1934, Austria menjadi favorit dan dijuluki “Wunderteam”. Sebelum Piala Dunia 1934 dimulai, Austria mempermalukan Italia di kandangnya sendiri dengan skor 2-4, mengalahkan Swiss 3-2, dan mengalahkan Hungaria 5-2. Di kualifikasi, Austria berhasil menghajar Bulgaria dengan skor telak 6-1 hingga akhirnya lolos ke Piala Dunia 1934.

Piala Dunia 1934 menggunakan sistem gugur dan Austria langsung bertemu dengan Prancis yang ternyata memberi perlawanan sangat ketat. Pertandingan tersebut diadakan di Stadion Benito Mussolini di kota Turin yang ditonton sekitar 16 ribu penonton.

Pelatih Prancis menugaskan pemain tengahnya bernama Georges Verriest menjaga ketat Sindelar. Ia mengikuti terus pergerakannya kemanapun dia berada, bahkan sampai keruang ganti.
Jean Nicolas yang sempat cedera akibat kepalanya berbenturan di menit 5’ berhasil membuat Prancis unggul dulu atas Austria dengan skor 1-0 di menit ke-18’. Meski dijaga sangat ketat, Sindelar berhasil menyamakan kedudukan di akhir pertandingan babak pertama, berkat umpan Josef Bican.

Babak kedua, skor pertandingan tidak berubah hingga akhirnya dilakukan perpanjangan waktu. Hugo Meisl sangat marah kepada para pemainnya karena menganggap remeh pemain Prancis, hingga akhirnya harus melalui perpanjangan waktu yang melelahkan.

Austria akhirnya unggul lewat gol Anton Schall di menit 93’ yang membuat kiper asal Prancis, Alexis Thepot, protes keras karena posisinya off-side.  Lalu Josef Bican memperbesar kemenangan Austria 3-1, lewat golnya di menit ke-109.

Akhirnya Prancis berhasil memperkecil ketinggalannya lewat gol pinalti yang dilesakkan Georges Verriest di menit ke-116’.

Meski kalah, para pemain Prancis disambut meriah oleh pendukungnya saat tiba di negaranya karena bisa mengimbangi kekuatan tim terbaik di dunia saat itu.

Di perdelapan final, Austria bertemu melawan Hungaria di Stadion Littoriale (Bologna) yang ditonton sekitar 23 ribu orang. Johann Horvath membuat Austria unggul di menit ke-8’ dan Karl Zischek berhasil menggandakan keunggulan di menit ke-51. Berawal dari umpan Sindelar ke Josef Bican, lalu diteruskan ke Karl Zischek hingga menjadi gol. Gyorgy Sarosi berhasil memperkecil ketinggalan menjadi 2-1 lewat golnya melalui titik pinalti di menit ke-60’.

Austria lolos ke semifinal dan bertemu tuan rumah Italia. Para pemain Italia tidak bisa tidur nyenyak, karena mereka ingin bertemu dengan Austria di partai final. Tapi malah di semifinal sudah bertemu duluan.

Pertandingan Italia melawan Austria diadakan di Stadion Calcistico San Siro di kota Milan yang ditonton sebanyak 35 ribu orang dan dipimpin wasit asal Swedia bernama Ivan Eklind. Austria yang menjadi tim unggulan, malah kebobolan lewat gol Enrique Guiata di menit ke-19’. Para pemain Austria protes keras karena sebelumnya Giuseppe Meazza dan Angelo Schiavio melakukan pelanggaran terhadap kiper Austria, Peter Platzer.
Austria sangat kecewa dengan kepemimpinan wasit karena harusnya mendapatkan penalti di menit ke-5’, ketika Sindelar dijegal sangat keras oleh bek Italia, Luis Monti. 

Pelatih Hugo Meisl juga sangat kecewa dan marah hingga memutuskan persahabatannya dengan pelatih Italia, Vittorio Pozzo, yang dianggap memainkan taktik kotor dengan membuat Sindelar cedera.

Saat perebutan peringkat ketiga melawan Jerman, Sindelar dan beberapa pemain inti Austria tidak diturunkan. Austria akhirnya dikalahkan oleh Jerman dengan skor 2-3 dan kegagalan itu menjadi pertanyaan besar bagi semua orang saat itu.

Austria sempat lolos di babak kualifikasi Piala Dunia 1938. Namun karena saat itu Nazi berkuasa di Austria, akhirnya tim Austria bersatu dengan Jerman di Piala Dunia 1938.

Sindelar menolak untuk bersatu membela timnas Jerman. Ia menggunakan alasan usia yang sudah mulai tua (34 tahun) dan cedera.

Pada 23 Januari 1939, Sindelar ditemukan tewas bersama kekasihnya di apartemen karena keracunan karbon monoksida. 

Namun banyak yang menduga kematian misterius itu dirancang oleh pasukan rahasia Nazi.

Surat kabar The Times menobatkan Sindelar sebagai “One of the Greatest Player in the World”. International Federation of Football History & Statistics (IFFHS) menempatkan Sindelar diperingkat ke-22 dalam daftar Player of the Century dan terpilih menjadi pemain terbaik Austria abad ke-20.(eyess soccer)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply