Sumohadi Marsis, wartawan senior,
pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi tabloid BOLA, telah kembali ke Sang
Pencipta. Bagi kami generasi yang lebih muda, Mas Sumo adalah seorang visioner
dan guru bagi banyak orang. Saya teringat saat meliput Piala Dunia Italia 1990.
Usai menonton perempatfinal dramatis antara Inggris vs Kamerun di Stadion San
Paolo, tengah malam kami terdampar di stasiun kereta api Napoli untuk kembali
ke Roma. Berjamjam kami menunggu kereta yang tak kunjung datang. Mas Sumo yang
saat itu Pemimpin Redaksi tabloid terbesar di Indonesia, karena kelelahan.
akhirnya tertidur di lantai
peron. "gus klu kretanya udah datang bangunin gua ya. gua udah gak tahan
ngantuk banget." Sebagai wartawan muda yang bekerja di harian MEDIA
INDONESIA waktu itu, saya mengagumi figur beliau. Semoga visi dan integritas
beliau tidak mudah terlupakan oleh dunia jurnalisme Indonesia yang kini makin
melesat jauh dari nilai-nilai kualitas dan idealisme. (Agustinus Liwulanga)
Tidak gampang jadi wartawan
olahraga jaman dulu apalagi mewujudkan impian bisa keliling dunia dalam meliput
olahraga. Ada yang dapat meraih dan merelealisasikan impian itu dan ada juga
yang hanya sekedar tetap menjadi keinginan. Dan om Sumo begitu kami sering
menyapa almarhum
Sumohadi Marsis beruntung dan
berhasil keliling dunia. Hal ini terwujud justru karena profesinya sebagai
wartawan dan pengalaman itulah yang kemudian ditulis dalam buka
"enaknya wartawan olahraga"
Yakob Oetama pendiri Koran Kompas
waktu itu sangat memuji tulisan2 om Sumo. Lalu apa kata Yakob Oetomo "Sumo
menulis dengan akal dan hati"
Walaupun hanya sebentar tapi saya
pernah bersama om Sumo di Kaohsiung Taiwan, Hongkong, dan Jepang ketika Piala
Asia. Selamat jalan senior. (Tommy Rusihan Arief/mantan wartawan olahraga
majalah Popular)
turut berduka
BalasHapus