Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Recent Tube

POLITIK

NASIONAL

DUNIA

DAERAH

Sports

GALLERY

» »Unlabelled » ANTARA GIBRAN JOKOWI DAN AHY

Saya dapat copas inj, mungkin kader PD bisa meresponsenya.


GIBRAN BIKIN DEMOKRAT TERLIHAT MENYEDIHKAN

Majunya Gibran di Pilkada Solo, bagi sebagian orang agak mengejutkan. Karena PDIP yang dianggap kaku dalam hal hirarki politik, senioritas, biasanya akan memprioritaskan kadernya sendiri, atau orang yang lebih dulu bergabung dengan partai dan sudah melakukan sesuatu. Sementara Gibran, baru. Baru mendaftar jadi kader, dan belum menjalani sekolah kader.

Tapi bagi saya, pengumuman pencalonan Gibran sebagai Walikota Solo hanya sebuah konfirmasi. Di saat DPC Solo sudah mengusulkan calon Purnomo-Teguh, dan menutup pintu bagi Gibran untuk maju di Pilkada, saya malah menulis PDIP pasti mencalonkan Gibran. 

Bisa dilihat di artikel 8 Oktober 2019 dengan judul: PDIP Pasti Usung Gibran Sebagai Calon Walikota Solo.

Jadi kalau hari ini masih ada yang bertanya kenapa PDIP mencalonkan Gibran, saya sudah menjawabnya tahun lalu.

Sebenarnya saya ingin merayakan dan menuliskan ini saat pengumuman. Tapi karena waktu itu masih di perjalanan, jadi tak sempat menulis dengan tenang.

Yang paling terusik dengan pencalonan Gibran jelas adalah Demokrat. Meskipun di Solo mereka menyatakan berkoalisi. Sebenarnya bukan karena benar-benar mendukung, tapi emang Demokrat tidak bisa berbuat apa-apa. 

Demokrat di Solo hanya tim hore, partai degradasi yang tak punya kursi. Senasib dengan PPP dan Hanura. Demokrat bahkan kalah dengan partai baru PSI, punya 1 kursi. Jadi kalau mereka mengklaim sudah mendapat restu SBY untuk mendukung Gibran, sebenarnya tidak ada pengaruhnya. Apa yang bisa diharapkan dari partai tanpa kursi?

PDIP dan Demokrat punya sejarah panjang. Dari kudatuli hingga lebaran kuda. Maka kini ketika Gibran dicalonkan sebagai Walikota Solo, ini bukan sekedar urusan menang kalah di Pilkada. Ini tentang pelajaran demokrasi dan politik dari PDIP pada Demokrat. Pelajaran yang mungkin akan terasa sangat menyinggung.

Gibran menjadi sebuah contoh sempurna dalam proses dan karir politik. Tidak mentang-mentang anak Presiden dua periode, lalu langsung mau maju di Pilkada Jakarta. Gibran mau menjalani prosesnya. Benar-benar dari awal, dari tingkat kota. 

Bandingkan dengan AHY. Kalah di Pilkada Jakarta pada putaran pertama, malah sekarang dipilih menjadi ketua umum partai. Orang kalah kok disuruh jadi ketum?

Saya yakin, sebagian besar kader Demokrat pasti sedang menatap kosong melihat kegigihan Gibran. Sebaliknya, malu melihat kondisi partainya yang dipimpin oleh AHY, tanpa pengalaman politik dan tanpa jenjang karir. Tiba-tiba mundur dari TNI, tiba-tiba jadi Calon Gubernur di Pilkada DKI, setelah kalah kok tiba-tiba jadi ketum. Lebih ajaib dari kerang ajaib spongebob.
Di mata Demokrat, Gibran menang atau kalah, dia sudah memberikan pelajaran yang menyakitkan. Tentang proses dan kemauan untuk memulai dari bawah. Dua sikap yang tak dimiliki oleh ketum Demokrat saat ini.

Selain itu, saya masih ingat betul bagaimana orang-orang Demokrat begitu membanggakan SBY. Presiden dua periode hasil pemilu era demokrasi. Sambil berpikir pencapaian itu akan sulit diulangi oleh siapapun. 

Tapi kini, Jokowi dari sipil dan dulu diyakini hanya akan bertahan setahun, malah terpilih dua periode. Euforia kebanggan pada SBY sudah luntur. Klaim SBY yang mengatakan rakyat masih menginginkan dirinya maju lagi di Pilpres, dijawab dengan telak dengan kekalahan AHY di Jakarta, bahkan di putaran pertama. Telak dan jauh sekali.

Sementara Jokowi masih belum. Gibran baru akan berlaga. Jika menang di Solo, itu akan jadi penanda betapa warga sangat mengidolakan Jokowi. Sehingga percaya dan memilih anaknya sebagai pemimpin. Tapi jikapun kalah, Gibran sudah bersedia menjalani prosesnya dari bawah. Dan sekali lagi, itu tidak pernah bisa dilakukan oleh AHY. 

Gibran sedang menjalani kenyataan. Kalau menang dia akan melanjutkan karirnya, naik ke Gubernur dan mungkin Presiden. Tapi kalau kalah, mungkin akan kembali fokus pada bisnisnya atau mencoba lagi di Pilkada selanjutnya.

Sementara AHY sedang menempuh jalan ninja. Kalah di Pilkada DKI, kini jadi ketua umum partai Demokrat. Selanjutnya bermimpi jadi Capres atau Wapres. Agak tak masuk akal memang. Kalah di Pilkada Jakarta kok berharap menang di Pilpres? hahaha

Walau bagaimanapun, AHY tetaplah ketum partai. Di tangannya, dia bisa merekomendasikan dirinya sendiri sebagai Calon Presiden 2024 mendatang. Tak ada urusan dengan logika dan hitung-hitungan, sebab Demokrat punya hitungannya sendiri. Begitulah kura-kura. https://seword.com/politik/gibran-bikin-demokrat-terlihat-menyedihkan-22JqsDDVEk

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply